;

Ads

7 Nov 2011

Handry Satriago: Kanker Tak Bisa Membendungnya Jadi Doktor dan President GE Indonesia

7 Nov 2011

Spirit hidup dan dukungan lingkungan yang kuat mampumengalahkan banyak persoalan yang dihadapinya akibat kanker getah bening yangdideritanya sejak remaja. Bagaimana perjuangan lelaki nyentrik ini membangunpercaya diri dan mencapai prestasi luar biasa?
Suaranya yang lantang dan berat membahana di auditoriumFakultas Ekonomi Universitas Indonesia Depok ketika Handry Satriago, DirekturPower Generation GE Energy (wilayah Indonesia, Vietnam, Filipina, Kamboja),memaparkan disertasinya dalam sidang terbuka, 23 Juli 2010 pukul 14.00 WIB.Sekali-kali dua pria berbadan besar membantu dirinya berpindah posisi karenakursi roda yang digunakan tak memungkinkannya mendekati para penguji yangberada di lantai yang lebih tinggi. Sekitar satu jam kemudian, pengunjung yangmemenuhi auditorium bertepuk tangan ketika ia dinyatakan berhasilmempertahankan disertasinya yang berjudul Examining the Followers Influence onLeader’s Performance: A Reverse Pygmallion Effect. Keberhasilan peraih gelardoktor yang ke-117 dari UI dalam Ilmu Manajemen Strategis ini disambut harukeluarga dan rekan-rekannya – terutama sesama alumni Institut Pertanian Bogordan SMA Lab School Rawamangun.

Co-Promotor disertasi Handry, Budi W. Soetjipto, DBA,menilai Handry sosok tergolong gigih dalam menyelesaikan disertasinya di tengahkesibukannya sebagai eksekutif GE Energy Asia Tenggara. Budi mengaku kerapmelakukan bimbingan disertasi pada malam hari, di kafe ataupun lobi loungehotel. Bahkan, ia pernah melakukan bimbingan atas permintaan Handry di Bangkok,karena kebetulan sama-sama sedang berada di sana. “Ia mandiri dan organized.Ketika ketemu, dia tidak datang dengan masalah. Pokoknya, cepat beres,”ujarnya.
Salah seorang anggota penguji disertasi, DR. Sari Wahyunimenyebut penelitian Handry tentang followership dan peranan pentingnya dalamproses kepemimpinan, merupakan hal yang inovatif dan tidak biasa. “Umumnyaorang membahas tentang leadership, bukan followership,” ujarnya. Dan yangmembuat Sari salut dengan Handry adalah nilai IPK Handry yang nyaris sempurnaalias 4 – cuma satu mata kuliah yang mendapat nilai B, lainnya A. “Itulahsebabnya saya ingin co-promotor saya Pak Budy, karena dia satu-satunya yang memberinilai B. Dia pasti benar,” ujar Handry penuh kelakar.
September 2010 ini, pria berdarah Minang berusia 41 tahunini secara resmi akan naik pangkat sebagai President GE Indonesia. Jelas,pencapaian akademis dan juga kariernya sebagai eksekutif merupakan hal luarbiasa di Tanah Air, mengingat keterbatasan fisik yang dideritanya. Ceritanyacukup panjang, dan untunglah Handry mau berbagi kisahnya.
Belasan tahun lalu, tepatnya beberapa hari setelah ulangtahun yang ke-18 pada Juni 1987, Handry didiagnosis mengidap kanker kelenjargetah bening di tulang belakangnya. Saat itu ia tidak menyangka bahwa akibatnyaia akan duduk di kursi roda hingga bertahun-tahun lamanya. “Awalnya saya sakitpunggung. Lalu, dibawa ke dokter, katanya rematik dan sebagainya. Tetapi makinlama kok makin lemas. Akhirnya melalui berbagai potret, diketahui ada kankerdan kemudian kankernya dibuang,” ceritanya.
Namun, dampaknya sungguh memberikan pukulan berat buat anakSMA periang ini: ia tidak bisa jalan. Itu terjadi sejak September 1987. “Theworld is black,” ungkap pria kelahiran Pekanbaru 13 Juni 1969, yang mengakukala itu sangat syok, tidak tahu lagi apa yang ingin dilakukan. Padahalsebelumnya ia sempat bercita-cita kuliah di Stanford University, AmerikaSerikat. “Saya (waktu itu) marah pada Tuhan. Saya merasa mimpi saya dipotong.Saya ingin sekolah di luar negeri, tapi tidak bisa,” tuturnya dengan nada yangmasih mendalam.
Untunglah, putra tunggal dari pasangan Djahar Indra danYurnalis ini memiliki keluarga dan teman-teman yang amat suportif. “Ada dua halyang tidak bisa saya abaikan,” ujar pria yang memiliki keluarga cenderungberanak tunggal ini. Hal pertama yang membuatnya memiliki spirit untukmelanjutkan hidup dengan sebaik-baiknya adalah dorongan orang tuanya yangmengatakan masih banyak yang bisa dinikmati walaupun dengan kondisi terbatas.Orang tuanya berujar, hidup tidak bisa dinikmati kalau dia tidak maungapa-ngapain. Maka, ia disarankan melakukan upaya ekstra. “Kalau kamu senangdengan suasana sekolah, ya pergi dong ke sekolah itu,” ujarnya menirukan ucapanorang tuanya. Ia melihat orang tuanya tidak menunjukkan kecemasan yangberlebihan. Tak pernah Handry melihat ibunya sampai datang ke sekolah. Alhasil,ia merasa orang tuanya yakin bahwasanya ia bisa terus menjalani kehidupannya.
Hal kedua adalah dorongan teman-temannya, terutama di SMALabschool Rawamangun. Ia merasa keakraban dengan teman-teman sangat kuat karenamereka memiliki kelas-kelas kecil, yakni hanya 120 murid per angkatan.
“Saya tidak akan berhasil kembali ke sekolah kalauteman-teman saya tidak yakin saya bisa sekolah,” ujar Handry. “Guru danteman-teman saya di sekolah sangat helpful and treat me as a normal,” katanyalagi mensyukuri. “Mereka bilang, ‘Lu nyusahin aja, kagak jalan. Capek nihngedorong lu,” ujarnya mengutip banyolan teman-temannya saat itu. Handrysendiri mengaku sosok humoris. Ia tak segan-segan melontarkan kelakar yangmenggelitik dan membuat tiap orang di dekatnya tertawa terbahak-bahak. Dan, iamerasakan justru hal itu yang membuatnya merasa berada di lingkungan normal.
Toh, ia mengakui sejumlah persoalan kerap merepotkanaktivitasnya. Dengan terbuka, Handry mengungkap salah satu contohnya: buang airkecil. Sepengetahuannya, secara umum penderita penyakit tulang belakang tidaktahu kapan akan buang air kecil. Maka, banyak dari mereka yang dipasangikateter. Namun risiko infeksinya besar sekali. “Kebetulan saya termasuk yangtidak parah. Saya masih bisa merasa mau pipis, walaupun tidak bisa menahanlama. Jadi, saya iketin plastik saja,” ujarnya gamblang. Beberapa waktukemudian, ia mengenal urine bag yang bisa dilem atau diikatkan ke kaki. “Jadilebih praktis.”
Itu baru satu hal, belum termasuk yang lebih sulit semisalbuang air besar. A pula yang tak kalah merepotkan, yakni ketika ia ingin nongkrongdengan teman-temannya dan mengobrol. “Saya kembali melakukan ‘pembangkangan’.Bahwa saya ingin menikmati itu,” ujar mantan Ketua Science Club di SMALabschool Rawamangun ini. Untuk ini upayanya jauh lebih susah karena harus adamobil plus sopir buat mengantar dan mengangkatnya.
Masa yang juga mengesankan bagi proses pengembangankepribadian Handry adalah ketika memasuki IPB. Rupanya Handry sempat mengambilcuti kuliah dulu selama satu tahun ketika masuk IPB. Alasannya, “Saya sempattidak yakin saya bisa. Karena saya kehilangan teman-teman Labschool saya,”ujarnya. Respons ayahnya sangat mendukung karena mantan pegawai logistik TotalIndonesia itu ingin anaknya berobat dulu. “Memang lebih membaik, tapi masihpakai tongkat. Artinya belum normal penuh,” ujarnya.
Menurut Handry, orang tuanya memiliki gaya sendiri dalammendidik dirinya. “Kami bukan keluarga akademisi. Ayah saya bukan orangberpendidikan tinggi. Ibu saya juga,” ujarnya. Namun tempat untuk berekspresiselalu tersedia. Apalagi, di lingkungan tempat tinggalnya di Kompleks WartawanCipinang, ia punya tetangga dengan nama besar seperti Gunawan Mohamad danAtmakusumah. “Itu semua yang membuat saya punya cara berpikir bebas, bisamelihat dari berbagai angle. Ini juga mendorong saya untuk memiliki mimpi yangbisa dilihat dari berbagai macam angle,” katanya seraya mengakui dalamperjalanannya mimpi tersebut beberapa kali mengalami pembelokan karenasituasional. “Saya selalu bermimpi untuk menjadi seseorang yang berguna,”ujarnya mengenai prinsipnya. Satu hal yang selalu diajarkan ibunya dan diingatHandry adalah bahwa to love is to give (mencintai berarti memberi).
Hal-hal seperti itu yang ikut menguatkan Handri masuk kuliahdi IPB tahun berikutnya. Ia mengakui, suasana di kampus sangat berbeda dari lingkungannyaselama ini: banyak mahasiswa asal daerah dan mereka tampak sangat agamis.Handry merasa hal ini sangat kontras dengan dirinya yang lebih suka tampilnyentrik: dengan rambut gondrong dan kerap memakai celana jins sobek. “Metaldeh,” katanya mengistilahkan tampilannya. Menurutnya, hal itu ia lakukan hanyabuat menyenangkan hati. “Barangkali saya ingin berusaha menunjukkan bahwa sayatidak lemah. Tapi, terus terang saya juga tidak tahu persis mengapa dulumelakukan itu.” Meskipun penampilannya nyentrik, ia mengaku amat senangbergaul. Tak heran temannya banyak dari berbagai golongan, agama, politik danlevel ekonomi yang berbeda.
Di IPB ia mengaku beruntung menemukan teman-teman baru yangsangat mendukungnya. Pengalaman yang paling mengesankan setiap kali memasukilaboratorium yang berada di lantai empat – yang untuk naik ke lantai yang lebihtinggi hanya bisa lewat tangga. “Saya dibopong ke atas. Tapi, teman-teman punyakeyakinan bahwa saya tetap bisa menjadi insinyur dengan cara kayak gitu,” ujar mantanpendiri Himpunan Mahasiswa Pecinta Bioteknologi dan peraih penghargaan dariPresiden Soeharto tahun 1993 sebagai mahasiswa berprestasi tingkat nasionalini.
Waktu terus berjalan. Di ujung penyelesaian kuliahnya,cobaan baru datang lagi: kanker baru tumbuh. Kali ini di pinggang. Ia sempatmengalami pendarahan ketika sedang mengikuti sidang ujian skripsi. Selepassidang, setelah pulang ke Jakarta dari Bogor pada malam hari, esok paginya iamasuk rumah sakit untuk menjalani kemoterapi. Meski dengan kendala fisikseperti itu, ia bisa menyelesaikan kuliah S-1 di IPB dengan IPK amatmengesankan.
Setamat dari IPB, tahun 1994 ia sempat bekerja di GMT Group(perusahaan konstruksi). Posisinya sebagai Asisten BOD Analisis Bisnis danTechnology Assessment GMT Group (1992-1994). “Sebenarnya sih hanya tukang ketikdan menganalisis sesuatu,” ujarnya setengah berkelakar. Khawatir tak bisaberkembang lebih jauh, ia memutuskan keluar dan sekolah MM double degree diInstitut Pengembangan Manajemen Indonesia (IPMI) – yang bekerja sama denganMonash University – pada 1996.
Seperti halnya di IPB, Handry berhasil menyelesaikankuliahnya dengan prestasi yang membanggakan. Ia berhasil menyelesaikankuliahnya dalam setahun dengan predikat cum laude. Prestasinya di tengahkendala fisik ini rupanya menarik minat pencari bakat terbaik dari GE. Pada1997, ia pun ditawari GE Indonesia untuk bergabung. “Awalnya jawaban saya tidakmau karena saat itu saya sudah memiliki perusahaan sendiri dan punya duit,”ujar pria yang sempat menekuni bisnis desain grafis ini. Toh, begitu ia diberitahu posisi yang ditawarkan adalah manajer pengembangan bisnis dan sejumlahkeuntungan yang akan diperolehnya, Handry yang saat itu berusia 28 tahunakhirnya menerima. Menurutnya, posisi yang ditawarkan saat itu menggantikanHotasi Nababan – mantan eksekutif GE Indonesia yang pernah menjadi CEO PTMerpati Nusantara Airlines.
Tahun 1998 Indonesia mengalami krisis. Saat itu GEmeluncurkan program rotasi, di mana dalam dua tahun karyawannya harus dirotasi.Kala itu ia minta dipindahkan dari divisi korporat ke unit bisnis yaitu GELighting. Hal ini sempat mengagetkan atasannya. “Sebab, ini bisnis ritel. Dan,dari sisi size, bisnis GE Lighting amat kecil dibanding energi,” ujarnya. GEsecara umum lebih suka menangani bisnis yang besar seperti menjual turbin.Alasannya, deal bisnis tersebut bersama orang level atas. Sementara jikamenangani lighting, mereka harus berhubungan dengan peritel, distributor, danagen. “Bahkan, akhirnya kantor saya pun dipindah dari yang tadinya ruangan kecubical,” ujarnya.
Itulah Handry, yang merasa menyukai tantangan. “Saya merasaini bisnis menarik karena banyak sekali tantangannya: sebagai pemain baru,lampu impor, kurs juga berubah sampai Rp 15 ribu/US$,” ujarnya. Ia sendirimenyadari apa yang akan ia lakukan adalah hampir tidak mungkin direalisasi.Maklum, penguasa bisnis ini saat itu adalah Philips. Tak heran, sebelumnya diGE tak ada yang melirik bidang ini.
Toh Handry tak gentar. Konsekuensinya, ia harusmengembangkan tim sendiri. “Tim saya anak-anak muda. Dan, kami berhasil growdari zero hingga (beromset) US$ 3 juta dalam waktu dua tahun (1998-2000),” katapria yang saat itu menduduki posisi General Manager GE Lighting (wilayahIndonesia dan Brunei Darussalam). Di antara hasil yang mengesankan, yaknituntasnya proyek tata cahaya di Bandara Ngurah Rai dan Candi Prambanan. “I’mvery proud of that team. Saya merasa melakukan banyak hal yang tadinya missionimpossible,” ujarnya. Dan, bagi Handry saat di GE Lighting ini merupakan salahsatu momen terbaiknya sebagai orang GE.
Pada 2000 ia pindah ke Divisi Power System GE. Dengan katalain ia berpindah dari produk konsumer ke bisnis proyek. Di sini ia menanganiaktivitas Six Sigma GE yang merupakan program quality improvement GE. Bahkan iasempat menjadi Direktur Six Sigma Quality Asia, ACFC Program, GE Energy(2003–2005).
Yang juga cukup mengesankan bagi Handry ketika ia dipercayamengurus penjualan pada 2005. “Saat itu penjualan pembangkit listrik (powergenerator) GE Indonesia masih zero, alias tidak ada penjualan,” ujarnya.Tantangan terbesar baginya adalah mengembalikan Indonesia ke peta powergeneration GE worldwide. “Kami pun akhirnya berhasil menjual 160 MW darisebelumnya 0 MW,” katanya bangga. “Tapi, itu bukan karena hebatnya saya. Lebihdikarenakan adanya tim,” tambah Direktur Penjualan Power Generation IndonesiaGE Energy (2005–2009) ini. Diungkapkan pula, sejak ia bergabung di bisnisproyek, dalam waktu sebulan ia mampu mencatatkan satu proyek.
Keberhasilannya ternyata terus berlanjut. Diklaimnya, saatini dari total 25 ribu MW kapasitas terpasang listrik di Tanah Air, 500 MW diantaranya merupakan hasil penjualan tim Handry. “Bisa dibilang ini yang bikinsaya senang. Jualan saya ada gunanya. Dan ini membuat saya menjadi penjual tenagalistrik terbesar di ASEAN,” ujar Direktur Penjualan Power Generation GE Energyuntuk Indonesia, Vietnam, Filipina, Kamboja (2009–2010) ini sambil tersenyumlebar.
Jika dicermati perjalanan karier Handry di GE terbilangpanjang. Tepatnya sudah mencapai 13 tahun lamanya. Nah, awal September tahunini ia dipromosikan resmi menduduki posisi nomor satu di GE Indonesia, yangberarti membawahkan bidang Energi dan Infrastruktur Teknologi. Posisi inimenempatkan dirinya sebagai pemimpin termuda dalam jajaran top eksekutif GEglobal, sekaligus jebolan perguruan tinggi lokal pertama yang didaulat sebagaikomandan GE di Tanah Air. Ia menggantikan David Utama yang kabarnya dipercayamemimpin GE Healthcare Asia Tenggara.
Boleh jadi, penunjukan Handry sebagai komandan GE diIndonesia ada kaitannya dengan dialognya dengan CEO GE, Jeff Immelt, ketikabertandang ke Indonesia beberapa waktu lalu. Ceritanya, pada 2009, CEO GEdatang ke Indonesia dan berbicara di hadapan karyawan GE di Indonesia tentangpotensi negara ini sebagai future market. Mendengar hal itu Handry pun sempatbertanya kepadanya, “Kita sudah capek mendengar Indonesia selalu menjadi futuremarket bagi GE. We make it now market,” katanya menceritakan pendapatnya saatitu. Dalam pandangan Handry jika Indonesia hanya menjadi future market terus,maka upaya (effort) yang dilakukan pun masih bersifat future. Untuk itu iaberpendapat, “Let’s do something different. Jangan cuma jadi equipmentsupplier. Bisa nggak kita jadi partner,” ujarnya. Ia kemudian membandingkanperusahaan-perusahaan Korea di Indonesia yang bisa bergerak lebih cepat. Merekaberinvestasi dan melakukan banyak hal di Indonesia. Mereka mengalami banyakkesusahan yang sama tetapi mereka menancapkan kukunya lebih dalam. “Nah, merekapanen sekarang,” ungkapnya. Ternyata bos Handry menanggapi serius. “Okay let’sdo something different,” katanya. Nah, setahun sesudah itu, “I got thisassignment. Apakah ini related? I don’t know,” ujar suami Dinar Sambodja,mantan karyawan GE di Yogyakarta yang kini menekuni profesi notaris.
Handry mengaku saat ini ia masih susah menyebutkan rencanadan strateginya dalam membesarkan GE Indonesia ke depan. Alasannya, ia barudiangkat per 1 September. Toh, secara garis besar ia punya satu target. “Sayaingin membuat GE lebih besar. Very big,” ujarnya. Caranya, saat ini ia sedangmemperkuat kemampuan GE Indonesia menjadi partner and total solution providerto customer. “Sebab, jika hanya menjadi good equipment supplier saja,barangkali tidak cukup. Harus jadi partner!” katanya
Sumber : www.swa.co.id


TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA DI KALUNGUSUS.BLOGSPOT.COM SEMOGA BLOG INI DAPAT MEMBERIKAN MANFAAT BUAT ANDA

KALUNGUSUS - 21.17

0 comments:

Posting Komentar